SAYONARA
Pagi yang buta
Gerimispun berkata
Pada langit
Pada bumi
Dingin
Hening, mencekam
Kudekap tubuhmu
Dengan bibir yang gemetar
Lalu kau berucap:
”Aku telah kehilangan tubuhku,
Aku telah kehilangan eksistensiku”.
Aku tertunduk, pilu
Kubelai rambutmu yang basah
Namun hatimu gelisah, pasrah
Seraya berkata:
Sayonara...Sayonara...Sayonara...
Aku akan meninggalkanmu
Kenanglah aku dalam diammu
Sejenak....
Ia menghilang
Kelam
Lalu,
Akupun tenggelam
Surabaya, 01 Januari 2009
REFLEKSI TAHUN BARU
Pernahkah kau berpikir
bahwa bumi adalah bulat
Seperti halnya roda yang tak ada ujungnya,
Tapi disitulah kita mengais sampah kehidupan
Mengemis kebijaksanaan
Menuntut keadilan
Menagih janji-janji penguasa
Ah, Semua itu hanya slogan kosong
Mereka semua pembohong!!
Pernahkah pula kau berpikir
Bahwa di dalam kebulatan itu ada sebuah bundaran
Yang menjadikannya hidup penuh liku
Penuh benalu
Hingga rakyat kecil tertipu
Sementara mereka
Hanya tersipu
Hanya membisu
Dengan kekuasaannya
Yang tak bermutu
Lihatlah...!!
Bulatnya bumi adalah bundar
Bundar di bumi yang bulat
Bulat di bumi yang bundar
Tapi, semuanya telah terlambat
Hingga akhirnya mereka tak bermartabat
Surabaya, 01 Januari 2009
KUKENANG DIRIMU
- Untukmu Kaum Tertindas
Kukenang dirimu
Di bawah hamparan langit tak berawan
Senyum manismu takkan mampu
Membuka pintu keraguanku
Pancaran kasihmu
Telah membuatku terbakar
dalam api kebencian
Kukenang dirimu
Di kedalaman samudra tak berair
Airnya telah berubah menjadi
Pasir-pasir kerakusan
yang berceceran
di lembah ilusiku
Kuakui, otakmu memang cerdik
Namun........
Hatimu licik
Ribuan manusia telah kau cekik
dengan jemarimu yang lentik
Lihatlah….
Aku telah menemukan jalan
Di atas jalan yang kau tempuh
Jalan itu yang nantinya
Akan mengantarkanku
Pada kebahagiaan abadi
Surabaya akhir 2008
PUTERI REMBULAN
Aku hanya bisa melihat
Bidadari itu berjalan
Di tikungan zaman
Mencari arah datangnya sebuah angan
Yang tak pernah ia bersihkan
Aku hanya bisa melihat
Bidadari itu berjalan
Dengan penuh kegamangan
Menelusuri lorong- lorong kegelapan
Tuk sekedar mencari kepastian
Yang tak pernah ia impikan
Aku hanya bisa melihat
Bidadari itu menatapku tajam
Dengan langkah gontai
Dengan tangan melambai-lambai
Lalu, ia mengajakku diam
Dalam kelam yang menyelimuti malam
Oh, inikah puteri rembulan
Yang kumimpikan semalam? Bisikku.
SEPERTI HALNYA AIR SUNGAI
Aku mencintaimu
Seperti halnya air sungai
Mengalir tanpa lelah
Mengelilingi hasrat bebatuan yang terpendam
Di tikungan zaman
Aku mencintaimu
Seperti halnya air sungai
Mengalir deras diantara celah bumimu
Yang gersang dan kering
Aku mencintaimu
Sepereti halnya air sunngai
Mengalir mengisi ruang-ruang yang kosong
Seperti halnya apakah ketika keduanya menyatu??
Surabaya akhir 2008
0 komentar: