Author: .
•03.28

SAYONARA

Pagi yang buta

Gerimispun berkata

Pada langit

Pada bumi

Dingin

Hening, mencekam

Kudekap tubuhmu

Dengan bibir yang gemetar

Lalu kau berucap:

”Aku telah kehilangan tubuhku,

Aku telah kehilangan eksistensiku”.

Aku tertunduk, pilu

Kubelai rambutmu yang basah

Namun hatimu gelisah, pasrah

Seraya berkata:

Sayonara...Sayonara...Sayonara...

Aku akan meninggalkanmu

Kenanglah aku dalam diammu

Sejenak....

Ia menghilang

Kelam

Lalu,

Akupun tenggelam

Surabaya, 01 Januari 2009


REFLEKSI TAHUN BARU

Pernahkah kau berpikir

bahwa bumi adalah bulat

Seperti halnya roda yang tak ada ujungnya,

Tapi disitulah kita mengais sampah kehidupan

Mengemis kebijaksanaan

Menuntut keadilan

Menagih janji-janji penguasa

Ah, Semua itu hanya slogan kosong

Mereka semua pembohong!!

Pernahkah pula kau berpikir

Bahwa di dalam kebulatan itu ada sebuah bundaran

Yang menjadikannya hidup penuh liku

Penuh benalu

Hingga rakyat kecil tertipu

Sementara mereka

Hanya tersipu

Hanya membisu

Dengan kekuasaannya

Yang tak bermutu

Lihatlah...!!

Bulatnya bumi adalah bundar

Bundar di bumi yang bulat

Bulat di bumi yang bundar

Tapi, semuanya telah terlambat

Hingga akhirnya mereka tak bermartabat

Surabaya, 01 Januari 2009


KUKENANG DIRIMU

- Untukmu Kaum Tertindas

Kukenang dirimu

Di bawah hamparan langit tak berawan

Senyum manismu takkan mampu

Membuka pintu keraguanku

Pancaran kasihmu

Telah membuatku terbakar

dalam api kebencian

Kukenang dirimu

Di kedalaman samudra tak berair

Airnya telah berubah menjadi

Pasir-pasir kerakusan

yang berceceran

di lembah ilusiku

Kuakui, otakmu memang cerdik

Namun........

Hatimu licik

Ribuan manusia telah kau cekik

dengan jemarimu yang lentik

Lihatlah….

Aku telah menemukan jalan

Di atas jalan yang kau tempuh

Jalan itu yang nantinya

Akan mengantarkanku

Pada kebahagiaan abadi

Surabaya akhir 2008


PUTERI REMBULAN

Aku hanya bisa melihat

Bidadari itu berjalan

Di tikungan zaman

Mencari arah datangnya sebuah angan

Yang tak pernah ia bersihkan

Aku hanya bisa melihat

Bidadari itu berjalan

Dengan penuh kegamangan

Menelusuri lorong- lorong kegelapan

Tuk sekedar mencari kepastian

Yang tak pernah ia impikan

Aku hanya bisa melihat

Bidadari itu menatapku tajam

Dengan langkah gontai

Dengan tangan melambai-lambai

Lalu, ia mengajakku diam

Dalam kelam yang menyelimuti malam

Oh, inikah puteri rembulan

Yang kumimpikan semalam? Bisikku.

Surabaya akhir 2008


SEPERTI HALNYA AIR SUNGAI

Aku mencintaimu

Seperti halnya air sungai

Mengalir tanpa lelah

Mengelilingi hasrat bebatuan yang terpendam

Di tikungan zaman

Aku mencintaimu

Seperti halnya air sungai

Mengalir deras diantara celah bumimu

Yang gersang dan kering

Aku mencintaimu

Sepereti halnya air sunngai

Mengalir mengisi ruang-ruang yang kosong

Seperti halnya apakah ketika keduanya menyatu??

Surabaya akhir 2008

|
This entry was posted on 03.28 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: